BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
belajar kreatif siswa terlibat secara aktif dan ingin mendalami bahan yang
dipelajari. Belajar kreatif tidak hanya menyangkut perkembangan kognitif
(penalaran), tetapi juga berhubungan erat dengan penghayatan pengalaman belajar
yang mengasyikkan. Agar
perilaku keatif dapat terwujud, baik kognitif maupun afektif perlu dikembangkan
secara terpadu dalam proses belajar.
Dalam
proses belajar kreatif digunakan baik proses berpikir divergen (proses berpikir
ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) maupun
proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang
paling tepat).
Berikut ini akan membahas mengenai cara belajar dan
mengajar kreatif, dengan pembahasan sebagai berikut:
- Menciptakan lingkungan kelas untuk merangsang
belajar kreatif
- Mengajukan dan mengundang pertanyaan untuk
merangsang belajar kreatif
- Memadukan perkembangan kognitif dan afektif
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Menciptakan Lingkungan
di dalam
Kelas yang Merangsang Belajar Kreatif
Menurut
Feldhusen dan Treffinger (1980), suatu lingkungan kreatif dapat tercipta dengan :
• Memberikan pemanasan
Sebelum
memulai kegiatan yang menuntut perilaku kreatif siswa sesuai dengan rencana
pelajaran, perlu lebih dahulu diusahakan sikap menerima (reseptif) dikalangan
para siswa.
Di
perlukan pemanasan yang dapat tercapai dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
terbuka yang dapat menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa. Cara lainnya
adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah.
• Pengaturan fisik
Salah
satu suasana belajar kreatif adalah dengan memperhatikan pengaturan fisik di
dalam kelas. Misalnya untuk kegiatan-kegiatan tertentu sepertidiskusi dalam
kelompok-kelompok kecil para siswa duduk dalam lingkaran. Jika kelompoknya
lebih besar, anak-anak dapat menyisihkan bangku-bangku dan duduk di lantai.
• Kesibukan di dalam kelas
Ruang
kelas diusahakan menjadi ruang sumber dengan banyak sumber-sumber yang
mengundang siswa untuk membaca, menjajaki, dan meneliti. Alangkah baiknya jika
ada perpustakaan kecil di dalam kelas dan bahan-bahan atau peralatan yang
memungkinkan siswa melakukan kegiatan-kegiatan konstruktif.
• Guru sebagai fasilitator
Sebagai
fasilitator guru mendorong siswa (motivator) untuk mengembangkan inisiatif
dalam menjajaki tugas-tugas baru. Ia tidak cepat memberikan kritik, tetapi
memberikan dukungan dan rangsangan bila perlu. Guru harus terbuka dan dapat
menerima gagasan-gagasan dari semua siswa (menerima disini berarti terbuka dan
berusaha memahami).
Suasana
dalam kelas hendaknya mendukung kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama, disamping kegiatan belajar sendiri. Setiap anak
harus merasa bebas mengungkapkan gagasan-gagasan yang lain dari apada yang lain. Anak-anak
tertentu membutuhkan dukungan, dorongan, dan waktu yang cukup untuk memikirkan
suatu masalah.
Jadi,
dalam peran sebagai fasilitator seorang guru harus :
a. Mendorong belajar mandiri sebanyak
mungkin
b. Dapat menerima gagasan-gagasan dari
semua siswa
c. Memupuk siswa (dan diri sendiri) untuk
memberikan kritik secara konstruktif dan untuk memberikan
penilaian diri sendiri
d. Berusaha menghindari pemberian hukuman
atau celaan terhadap ide-ide yang
biasa
e. Dapat menerima perbedaan menurut waktu
dan kecepatan antar siswa
dalam kemampuan
memikirkan ide-ide baru.
2.2. Mengajukan dan Mengundang
Pertanyaan
Dalam
proses belajar mengajar, di perlukan ketrampilan guru baik dalam mengajukan
pertanyaan kepada
siswa maupun dalam mengundang siswa untuk bertanya
a. Teknik bertanya
Agar
siswa menjadi pemikir yang baik, guru harus memberikan sesuatu untuk
dipikirkan. Metoda untuk membantu anak berpikir adalah dengan mengajukan pertanyaan kepadanya.
Dengan
mengajukan pertanyaan, guru memperoleh informasi yang berharga dan berguna
untuk:
1. Menimbulkan minat dan motivasi siswa
untuk berperan serta
aktif.
2. Menilai persiapan siswa dan sejauh mana
siswa telah menguasai bahan yang diberikan sebelumnya.
3. Mengulang kembali dan meringkas apa
yang telah diajarkan
4. Membantu siswa melihat
hubungan-hubungan baru
5. Merangsang siswa untuk mencari sendiri
pengetahuan tambahan
6. Merangsang pemikiran kritis dan
penngembangan sikap bertanya
7. Menilai pencapaian tujuan dan sasaran
belajar.
b. Metode diskusi
Melalui
metoda diskusi, anak dapat pengalaman
dan latihan mengungkapkan diri secara lisan dan berkomunikasi dengan orang lain
dalam menghadapi suatu masalah. Diskusi memungkinkan pengembangan penalaran,
pemikiran kritis dan kreatif, serta kemampuan memberikan pertimbangan dan
penilaian.
Dalam
metoda diskusi, peran guru sangat menentukan keberhasilan. Terutama bagi anak berbakat,
hendaknya guru dapat menghindari peran sertanya yang terus menerus agar prakarsa dan
kemandirian anak dapat lebih berkembang.
Disinipun guru berperan sebagai fasilitator, yang mengenalkan masalah kepada
siswa dam memberikan informasi seperlunya
yang mereka butuhkan untuk membahas masalah. Guru perlu memahami
keseimbangan antara saat peran sertanya
dan saat menarik diri. Menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk berdiskusi
juga kurang membuahkan dampak yang diinginkan. Siswa tetap memerlukan bimbingan dan pengarahan sesuai dengan bakat
dan kemampuannya.
c. Metode Inquiry-Discovery
Pendekatan inquiry
(pengajuan pertanyaan, penyelidikan), dan discovery (penemuan) dalam
belajar penting dalam proses pemecahan masalah. Ada tiga tahap dalam proses
pemecahan masalah melalui inquiry. Pertama, adanya
kesadaran bahwa adanya masalah. Hal ini merupakan motivasi siswa. Tahap kedua,
merumuskan masalah. Pada tahap ini masalah dirumuskan dan timbul gagasan –
gagasan sebagai strategi kemungkinan pemecahan. Tahap ketiga adalah tahap
mencari atau menjajaki (searching ).
Pada tahap ini pertanyaan dan informasinya dihubungkan dengan perumusan
hipotesis. Pendekatan inquiry adalah teknik pemikiran divergen. Mengajar
inquiry-discovery merupakan metode mengajar yang tak langsung. Guru
menjadi pengarah dan rasilitator yang
harus memberikan informasi dan bahan sesuai dengan kebutuhan siswa akan
informasi yang relevan ( bersangkut – paut ) dengan tugas . pokok – pokok yang
harus dipenuhi oleh guru dalam pengalaman belajar inquiry adalah :
1) Berilah pengalaman permulaan untuk
menarik minat siswa agar menanyakan mengenai suatu masalah,
konsep, situasi atau gagasan, antara lain dengan penggunaan
media, bermain peran, dan demonstrasi.
2) Berilah siswa materi pelajaran dan
situasi yang memungkinkan penyelidikan (
eksplorasi )
3) Sediakan sumber – sumber informasi dengan memanfaatkan sumber – sumber
yang ada dalam masyarakat.
4) Sediakan peralatan untuk merangsang
siswa melakukan eksperimen (
percobaan )
5) Sediakan waktu untuk berdiskusi, bereksperimen ,mencoba–coba, dan sebagainya.
6) Berilah bimbingan dan penguatan (
reinforcement ) terhadap gagasan dan hipotesis
siswa.
7) Berilah dorongan dan penghargaan
terhadap pemecahan yang dapat diterima
dan terhadap strategi pemecahan.
d. Mengajukan pertanyaan yang menantang
(Provokatif)
Salah
satu cara untuk merangsang daya pikir kreatif adalah dengan mengajukan
pertanyaan–pertanyaan yang menantang ( provokatif ), antara lain dengan
menanyakan apa kemungkinan–kemungkinan akibat apabila suatu kejadian yang telah
terjadi tidak terjadi; atau dengan menanyakan kemungkinan–kemungkinan akibat
dari suatu situasi yang memang belum pernah terjadi, tetapi siswa harus membayangkan
apa saja kemungkinan–kemungkinan akibatnya
andaikata kejadian atau situasi itu terjadi disini dengan mengajukan
pertanyaan–pertanyaan yang menantang siswa dirangsang mengimajinasi gagasan baru,
atau menjajaki kemungkinan–kemungkinan akibat dari suatu keadaan. Siswa
dituntut membuat ramalan ( prediksi ), dugaan, dan melahirkan pemikiran
mengenai hal–hal yang mungkin terjadi. Oleh
karena itu, sangatlah penting pendidik mendorong proses pemikiran yang tidak
hanya mengenai data yang sudah ada, tetapi juga mengenai kemungkinan–kemungkinan yang terbuka,
mengenai daya imajinasi dan kreativitas, sehingga anak kelak tidak hanya
menjadi pelaksana, tetapi juga pemikir,
penemu, pencipta, dan inovator
.
2.3. Memadukan Perkembangan Kognitif (Berfikir) dan Afektif (Sikap
dan Perasaan)
Para ahli pendidikan dan psikologi
makin menyadari bahwa pengajaran di sekolah pada umumnya terbatas pada
penalaran verbal dan pemikiran logis, pada tugas-tugas yang hanya menuntut pemikiran
konvergen (yaitu pemikiran menuju satu jawaban tunggal, seperti : Berapa 3 + 4
?
Berpikir devergen atau berfikir
kreatif (yaitu memikirkan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan,
anak kurang dirangsang berfikir, bersikap, dan berprilaku kreatif.
a. Ciri-ciri
Kemampuan Berfikir Kreatif (Aptitude)
1) KETRAMPILAN BERFIKIR
LANCAR
a)
Definisi
·
mencetuskan banyak gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah.
·
memberi banyak cara untuk melakukan
berbagai hal.
·
selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban.
b)
Perilaku siswa
·
mengajukan banyak
pertanyaan.
·
menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan.
·
mempunyai banyak gagasan .
·
bekerja lebih cepat.
2) KETRAMPILAN BERFIKIR
LUWES (FLEKSIBEL)
a)
Definsi
·
menghasilkan gagasan,
jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi.
·
dapat melihat suatu masalah
dari sudut pandang yang berbeda
·
mencari banyak alternative.
·
mampu mengubah cara
pemikiran.
b)
Perilaku siswa
·
memberikan aneka ragam
penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu obyek.
·
memberikan macam-macam
penafsiran terhadap suatu masalah.
·
menerapkan suatu konsep
dengan cara yang berbeda.
·
mampu mengubah arah berfikir
secara spontan.
3) KETRAMPILAN BERFIKIR
ORISINAL
a)
Definisi
·
mampu melahirkan ungkapan
yang baru.
·
memikirkan cara yang tidak
lazim untuk mengungkapkan diri.
·
mampu membuat kombinasi yang
tidak lazim dari unsur-unsur.
b)
Perilaku siswa
·
memikirkan masalah yang
tidak pernah terpikirkan
orang lain.
·
berusaha memikirkan
cara-cara yang baru.
·
memiliki cara berpikir yang lain dari yang
lain.
·
lebih senang mensintesis
dari pada
menganalisa situasi.
4) KETRAMPILAN MEMPERINCI
(MENGELABORASI)
a)
Definisi
·
mampu memperkaya suatu
gagasan .
·
menambah detail-detail dari suatu obyek sehingga
menjadi lebih menarik.
b)
Perilaku siswa
·
mencari arti yang lebih
mendalam terhadap jawaban dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci.
·
mengembangkan gagasan orang
lain.
·
mencoba untuk melihat arah
yang akan ditempuh.
·
mempunyai rasa keindahan
yang kuat.
·
menambah garis-garis,
warna-warna, dan detail-detail terhadap gambarnya
sendiri atau
orang lain.
5) KETAMPILAN MENILAI (MENGEVALUASI)
a)
Definisi
·
menentukan patokan penilaian sendiri .
·
mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka.
·
tidak hanya mencetuskan
gagasan tapi juga melaksanakannya.
b)
Perilaku siswa
·
memberi pertimbangan atas
dasar sudut pandangnya sendiri.
·
menentukan pendapat sendiri
mengenai suatu hal.
·
menganalisis masalah secara
kritis dengan selalu menanyakan “ Mengapa? ”
·
merancang suatu rencana
kerja dari gagasan–gagasan yang tercetus.
·
menentukan pendapat dan bertahan
terhadapnya.
b. Ciri-ciri
Afektif (Nonaptitude)
1) RASA INGIN TAHU
a)
Definisi
·
selalu terdorong untuk
mengetahui lebih banyak.
·
mengajukan banyak pertanyaan.
·
selalu memperhatikan orang,
obyek, dan situasi.
·
peka dalam pengamatan dan
ingin meneliti.
b)
Perilaku siswa
·
mempertanyakan segala
sesuatu.
·
senang menjajaki buku-buku,
peta dan gambar untuk mencari gagasan baru.
·
menggunakan semua panca indranya untuk mengenal.
·
tidak takut menjajaki
bidang-bidang baru.
·
ingin mengamati
perubahan-perubahan dari kejadian-kejadian.
·
ingin bereksperimen dengan
benda-benda mekanik.
2) BERSIFAT IMAJINATIF
a)
Definisi
·
mampu memperagakan hal-hal
yang tidak pernah terjadi.
·
menggunakan khayalan, tetapi
mengetahui perbedaan antara khayalan dan kenyataan.
b)
Perilaku siswa
·
memikirkan hal-hal yang
belum pernah terjadi .
·
meramalkan apa yang akan
dilakukan orang lain.
·
mempunyai firasat tentang
sesuatu yang belum terjadi.
3) MERASA TERTANTANG OLEH
KEMAJEMUKAN
a)
Definisi
·
Terdorong untuk mengatasi
masalah yang sulit
·
Merasa tertantang oleh
situasi-situasi yang rumit
·
Lebih tertarik pada
tugas-tugas yang sulit
b)
Perilaku Siswa
·
Menggunakan gagasan/ masalah–masalah yang rumit
·
Melibatkan diri dalam
tugas-tugas yang majemuk
·
Tertantang oleh situasi yang
tidak dapat diramalkan kadaannya
·
Mencari penyelesaian tanpa
bantuan orang lain
·
Tidak cenderung mencari
jalan tergampang
·
Berusaha terus menerus agar
berhasil
·
Mencari jawaban-jawaban yang
lebih sulit/ rumit
dari pada menerima yang mudah
·
Senang menjajaki jalan yang
lebih rumit
4) SIFAT BERANI MENGAMBIL
RESIKO
a)
Definisi
·
Berani memberikan jawaban
meskipun belum tentu benar
·
Tidak takut gagal/ mendapat keritik
·
Tidak menjadi ragu-ragu
karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional/
yang kurang berstruktur
b)
Perilaku Siswa
·
Berani mempertahankan
gagasan walaupun mendapat kritik
·
Bersedia mengakui
kesalahannya
·
Berani menerima tugas yang
sulit meskipun ada kemungkinan gagal
·
Berani mengajukan pertanyaan
·
Tidak dipengaruhi orang lain
dan berani mencoba hal-hal baru
5) SIFAT MENGHARGAI
a)
Definisi
·
Dapat menghargai bimbingan
dan pengarahan dalam hidup
·
Menghargai kemampuan dan
bakat sendiri yang sedang berkembang
b) Perilaku Siswa
·
Menghargai hak-hak sendiri
dan hak orang lain
·
Menghargai diri sendiri dan perstasi sendiri
·
Menghargai makna orang lain
·
Menghargai keluarga, sekolah dan teman-teman
·
Menghargai kebebasan tetapi
tahu bahwa kebebasan menuntut
tanggung jawab
·
Menghargai kesempatan yang
diberikan
·
Senang dangan penghargan
terhadap dirinya
Dari
daftar ini nyata bahwa pihak pendidikan (sekolah maupun dirumah) harus ada
kerja sama yang baik dalam pembinaan keterampilan
bakat kreatif siswa agar ada keseimbangan antara keterampilan berpikir kreatif, dengan ciri-ciri
afektif-kreatif dan pembentukan sikap, perasaan
serta ciri-ciri kepribadian yang mencerminkan kreativitas yang perlu dipupuk.
c. Menggabung Pemikiran Divergen Dan Konvergen
Pengertian Pemikiran konvergen:
Menuntut
siswa mencari jawaban tunggal yang paling tepat berdasarkan informasi yang
diberikan sudah tidak asing bagi siswa SD.kebanyakan soal / masalah yang di
berikan disekolah mentuntut siswa untuk dipecahkan dengan memberikan satu
jawaban yang benar.
Pengertian Pemikiran Divergen:
Pemikiran kreatif sebaliknya menuntut siswa mencari
sebanyak mungkin jawaban terhadap suatu persoalan.
Berikut ini akan dikemukaan beberapa contoh bagaimana
Guru di dalam kelas dapat menggabungkan tugas-tugas yang menggabungkan
pemikiran konvergen dengan dengan
pemikiran Divergen/kreatif dan tugas-tugas
yang menggabungkan proses berpikir dengan
proses afektif ( sikap, perasaan
).
Contoh:
1. Pada pelajaran MTk, siswa harus menyelesaikan
soal : 6 X 6 = 36 ( berpikir konvergen
).
Kemudian
mereka diminta untuk menuliskan kemungkinan–kemungkinan perkalian lain, yang menghasilkan jawaban 36
( berpikir Divergen ).
Seperti
:
2X
18
3x
12 etc…
- Pada
pelajaran Geografi, siswa
harus memikirkan melalui jalan (Rute ) mana saja orang dapat pergi dari
Jakarta ke Yogyakarta ( berpikir Divergen ). Dari semua rute ini siswa harus menganalisa yang mana merupakan rute yang paling dekat (
berpikir Konvergen ).
d. Menggabung Proses Berpikir Dengan
Proses Afektif
Setelah mengetahui
ciri-ciri Aptitude (berpikir ) dan cirri-ciri Non Aptitude (Afektif ) dari
kreativitas, dalam
merancang kegiatan belajar Guru dapat
membuat kombinasi antara proses berpikir dan proses afektif.
Contoh
:
1. Berpikir lancar digabungkan dengan rasa
ingin tahu.
Siswa
yang ingin tahunya kuat akan dapat menghasilkan gagasan / cara pemecahan masalah
dengan lancar.
2. Orisinalitas dalam berpikir akan paling
berhasil jika siswa tidak ragu-ragu dan
berani mengemukakan mendapat yang berbeda dari yang biasanya dikemukakan
siswa-siswa lain.
3. Berpikir luwes (fleksibel ) menuntut daya imajinasi.
Misalnya
siswa diminta untuk memikirkan kapur yang digunakan guru untuk menulis dipapan
tulis dapat dipakai untuk apa saja,dari segi yang tidak lazim.
4. Elaborasi ( pemerincian ) dikaitkan dengan
Apresiasi ( penghargaan
)
Misalnya
seorang siswa mempunyai gagasan untuk memperindah ruang kelas dengan
menempatkan pot-pot bunga dibeberapa tempat dikelas.
5. Kombinasi antara berpikir lentur dan
daya imajinas.
Guru memberikan suatu cerita yang belum ada
penyelesaiannya,lalu para siswa diminta menggabungkan imajinasinya untuk
memikirkan beberapa akhir cerita yang berbeda-beda.
6. Kombinasi antara berpikir lancar dan
rasa ingin tahu.
Siswa
diminta mencari sebanyak mungkin sinonim (kata
dengan arti yang sama ) untuk kata
tertentu dengan mengunakan kamus / tanpa kamus ( misalnya sinonim untuk
indah : bagus,permai ).
7. Kombinasi antara Orisinalalitas dalam
berpikir dan keberanian mengambil resiko.
Siswa
diminta memikirkan jabatan /
pekerjaan yang ia minati tetapi biasanya jarang dipilih oleh anak-anak lain dari jenis kelamin yang
lain. Tugas
ini menuntut keberanian siswa memilih
sesuatu yang tidak lazim dilakukan oleh kaum sejenisnya, karena mungkin ia akan
diejek / ditertawakan anak-anak lain, dalam hal ini tentunya Guru perlu memberi penjelasan
bahwa pada dasarnya tidak ada jabatan / pekerjaan yang “ tidak pantas“, asal
pekerjaan itu dilakukan dengan jujur dan baik serta tidak merugikan orang lain.
Demikian
dalam banyak hal yang dapat dilakukan Guru kelas untuk meningkatkan kreativitas
siswanya tanpa
memerlukan banyak peralatan / bahan yang mahal. Yang penting ialah guru sendiri harus senang, dalam artian merasa
terdorong, mencari
variasi tugas-tugas belajar. Dengan
memberikan tugas-tugas yang bervariasi siswa tidak akan bosan dan
akan merasa tertantang melakukan tugas-tugas yang menarik baginya.
PENUTUP
Dalam memecahkan masalah secara praktis dan kreatif, tidak cukup untuk
hanya mengemukakan macam-macam gagasan atau menghasilkan sejumlah kemungkinan
penyelesaian masalah. Kemampuan anak untuk membuat pertimbangan dan mengambil
keputusan juga perlu dilatih.
Jika
pendidikan lebih melibatkan tehnik inquiry dan pemecahan masalah secara
kreatif, maka para siswa akan menjadi lebih produktif dan percaya pada diri
sendiri. Guru hendaknya tidak terlalu cepat memberikan penilaian terhadap anak,
apalagi yang berisifat kritik, karena ini dapat dirasakan sebagai ancaman oleh
siswa.
Kondisi
lingkungan yang dapat memupuk
kreativitas konstruktif dari anak didik ialah di mana anak merasa aman dan
bebas untuk mengungkapkan dan mewujudkan dirinya (Rogers, 1952). Memberi kebebasan kepada anak untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya tidak berarti bahwa pendidik harus memperbolehkan anak
untuk berlaku bebas tanpa mengindahkan arang lain atau lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar