Pengertian Pikiran dan Berpikir
Pikiran adalah hasil dari berpikirnya manusia. Namun apa yang disebut dengan berpikir itu ? Banyak orang menyatakan bahwa orang berpikir ketika ia menghadapi masalah. Sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tapi coba saya sedikit berputar. Pernakah kita ketika dalam keadaan sadar benar-benar berhenti berpikir. Tentu tidak pernah. Setiap saat kita senantiasa berpikir. Kalau setiap saat kita selalu berpikir, padahal tadi kita mendefinisikan berpikir adalah upaya untuk memecahkan masalah, dengan demikian apakah manusia senantiasa menghadapi masalah sehingga ia tidak pernah benar-benar berhenti berpikir. Lantas kalau begitu apa beda sesuatu dikatakan masalah dan tidak ? Bingung ? OK, akan saya permudah.
- Orang berfikir karena ada masalah.
- Orang tidak pernah berhenti berpikir
- Maka orang senantiasa berhadapan dengan masalah
- Kalau orang senantiasa menghadapi masalah yang terus menerus, ia tidak pernah merasakan kondisi tanpa masalah
Kalau begitu apa bedanya masalah dengan bukan masalah?
Dari pernyataan diatas kita tahu ada satu kesalahan yang berputar. Maka kita harus kembali pada fakta. Satu-satunya pernyataan yang tidak disangsikan kebenarannya adalah "Orang tidak pernah berhenti berpikir". Tidak percaya ? Coba sebut saat mana ketika dalam keadaan sadar anda benar-benar berhenti berpikir. Nah.. tidak ada kan. Sedangkan pernyataan-pernyataan yang lain kebenarannya dapat diuji dengan menguji kebenaran pernyataan, "Orang berfikir karena ada masalah". Apakah benar orang berfikir hanya ketika menghadapi masalah. Bahwa ketika kita menghadapi masalah kita berpikir, ya, tapi berpikir tidak harus menunggu ada masalah. Apa yang disebut dengan masalah adalah adanya kesenjangan antara nilai-nilai kebenaran yang kita anut dengan fakta yang terjadi. Ketika kita melihat peristiwa mahasiswa tidur di kelas. Bagi dosen yang menganggap tugasnya hanya menyampaikan kuliah, bukan mendidik mahasiswa, maka mahasiswa yang tidur tidak dianggap masalah karena tidak bertentangan dengan nilai yang ia anut. Bagi bagi dosen yang mendidik, mahasiswa yang tidur di dalam kelas dianggap masalah karena itu bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan. Maka ia melakukan evaluasi apa sebab mahasiswa tidur. Apakah karena memang mahasiswanya yang bermasalah atau kepengajaran dosen yang bermasalah sehingga menimbulkan kebosanan dan ketiduran.
Jika definisi masalah kita batasi demikian, maka tidak selamanya kita menghadapi masalah. Ada satu peristiwa yang bagi kita tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut. Maka anda bisa simpulkan sendiri pernyataan-pernyataan yang lain. Lantas apa yang disebut dengan berpikir itu?
Pikiran adalah hasil dari berpikirnya manusia. Namun apa yang disebut dengan berpikir itu ? Banyak orang menyatakan bahwa orang berpikir ketika ia menghadapi masalah. Sekilas pernyataan ini tidak ada yang salah. Tapi coba saya sedikit berputar. Pernakah kita ketika dalam keadaan sadar benar-benar berhenti berpikir. Tentu tidak pernah. Setiap saat kita senantiasa berpikir. Kalau setiap saat kita selalu berpikir, padahal tadi kita mendefinisikan berpikir adalah upaya untuk memecahkan masalah, dengan demikian apakah manusia senantiasa menghadapi masalah sehingga ia tidak pernah benar-benar berhenti berpikir. Lantas kalau begitu apa beda sesuatu dikatakan masalah dan tidak ? Bingung ? OK, akan saya permudah.
- Orang berfikir karena ada masalah.
- Orang tidak pernah berhenti berpikir
- Maka orang senantiasa berhadapan dengan masalah
- Kalau orang senantiasa menghadapi masalah yang terus menerus, ia tidak pernah merasakan kondisi tanpa masalah
Kalau begitu apa bedanya masalah dengan bukan masalah?
Dari pernyataan diatas kita tahu ada satu kesalahan yang berputar. Maka kita harus kembali pada fakta. Satu-satunya pernyataan yang tidak disangsikan kebenarannya adalah "Orang tidak pernah berhenti berpikir". Tidak percaya ? Coba sebut saat mana ketika dalam keadaan sadar anda benar-benar berhenti berpikir. Nah.. tidak ada kan. Sedangkan pernyataan-pernyataan yang lain kebenarannya dapat diuji dengan menguji kebenaran pernyataan, "Orang berfikir karena ada masalah". Apakah benar orang berfikir hanya ketika menghadapi masalah. Bahwa ketika kita menghadapi masalah kita berpikir, ya, tapi berpikir tidak harus menunggu ada masalah. Apa yang disebut dengan masalah adalah adanya kesenjangan antara nilai-nilai kebenaran yang kita anut dengan fakta yang terjadi. Ketika kita melihat peristiwa mahasiswa tidur di kelas. Bagi dosen yang menganggap tugasnya hanya menyampaikan kuliah, bukan mendidik mahasiswa, maka mahasiswa yang tidur tidak dianggap masalah karena tidak bertentangan dengan nilai yang ia anut. Bagi bagi dosen yang mendidik, mahasiswa yang tidur di dalam kelas dianggap masalah karena itu bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan. Maka ia melakukan evaluasi apa sebab mahasiswa tidur. Apakah karena memang mahasiswanya yang bermasalah atau kepengajaran dosen yang bermasalah sehingga menimbulkan kebosanan dan ketiduran.
Jika definisi masalah kita batasi demikian, maka tidak selamanya kita menghadapi masalah. Ada satu peristiwa yang bagi kita tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang kita anut. Maka anda bisa simpulkan sendiri pernyataan-pernyataan yang lain. Lantas apa yang disebut dengan berpikir itu?
Sebenarnya dalam berpikir kita menjalankan salah satu dari 3 fungsi berikut ini :
(1) Membangun pengertian (2) Membangun kesimpulan (3) Melakukan pemilihan/pendapat/keputusan.
Selama ini yang dimaksud bahwa kita senantiasa berpikir adalah fungsi membangun pengertian yag dimiliki oleh proses berpikir. Setiap kita bertemu dengan sesuatu yang baru maka kita berusaha membangung pengertian atas realitas yang baru. Dan pada kenyataannya kita hampir tidak pernah menemua suatu yang benar-benar sma persis baik bentuk, situasi dan kondisi. Maka karena itu kita hampir senantiasa membangun pengertian-pengertian yang baru. Oleh karena itu, dalam metode diskusi yang akan menyampaikan berbagai pendapat yang memungkinkan berbeda, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membangun pengertian yang sama terhadap hal yang hendak didiskusikan. Kalau hasil pengertian kita ini tidak langsung digunakan, karena motif berpikir kita tidak hendak memecahkan masalah tapi juga karena sekedar ingin tahu (kuriositas), maka pengertian ini disimpan dalam memori dan sewaktu-waktu kita pakai ketika dibutuhkan.
Setelah membangun pengertian individu baru bisa memasuki fungsi selanjutnya. Ketika kumpulan pengertian yang kita miliki akan digunakan untuk diskusi atau memcahkan masalah, tidak lantas kita hanya memiliki satu pengertian/pemahaman saja. Justru kita akan membandingkan seluruh pengertian yang berhubungan dengan obyek masalah. Dari berbagai pengertian itu kita memilih salah satu yang menurut kita benar atau pas dengan kita. Inilah yang disebut dengan membangun kesimpulan. Fungsi kedua ini dibutuhkan untuk kemudian kita mengambil sikap/keputusan/respon atas hal yang kita pikirkan.
Mekanisme Kerja Pikiran
Mekanisme kerja pikiran sebenarnya tidak berbeda dengan perasaan. Perbedaannya hanya terletak pada prinsip kerjanya. Kalau perasaan menggunakan prinsip kerja berdasarkan kesenangan maka pikiran menggunakan prinsip kerja kelogisan/benar-salah. Apa yang dipikirkan itu tidak berhubungan dengan enak-tidak enak, nikmat-tidak nikmat, atau senang-tidak senang, tetapi berbicara tentang benar-salah, baik-buruk. Sehingga secara alamiah, berpikir akan mengarahkan individu untuk melakukan respon berdasar kebenaran. Lantas bagaimana dengan orang yang lebih memilih satu hal yang salah meski ia tahu itu adalah salah. Seperti ketika orang mencuri, melacur, membunuh dan menganiaya, sebenarnya ia tahu bahwa itu adalah perbuatan yang salah tapi mengapa tetap dipilih sebagai respon. Setelah membaca mekanisme kerja perasaan anda pasti bisa menjawab, penyebabnya adalah karena ada interupsi dari perasaan. Orang tersebut tidak memilih kebenaran tapi kesenangan. Dengan melakukan perbuatan yang salah mereka merasakan kesenangan atau kepuasan. Jadi, pikiran dan perasaan dapat saling mengintervensi proses alamiah masing-masing fungsi jiwa tersebut.
Khas Akhlaq Karena Faktor Perasaan dan Pikiran
Dikarenakan perasaan pikiran dapat saling mengiterupsi proses selainnya maka dapat disusun klasifikasi sebagai berikut :
Akhlaq yang didominasi akal cenderung pandai mengkaitkan data-data dalam pemecahan masalah. Tapi akhlaq yang didominasi pikiran biasanya kepekaan sosialnya kurang.
Akhlaq yang didominasi perasaan cenderung mau menang sendiri atau malah teramat mengutamakan kepentingan orang lain tanpa banyak mempertimbangkan hak-hak pribadi. Biasanya juga lemah di proses pemecahan masalah.
Secara alamiah individu pasti mengarahkan akhlaqnya pada keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Ia akan senantiasa mencari kebenaran yang membahagiakan. Maka jika didapatkan orang yang bisa membangun keseimbangan pikiran dan perasaannya ia akan dapat menempatkan secara tepat antara hak-hak dan kewajibannya.
Setelah membangun pengertian individu baru bisa memasuki fungsi selanjutnya. Ketika kumpulan pengertian yang kita miliki akan digunakan untuk diskusi atau memcahkan masalah, tidak lantas kita hanya memiliki satu pengertian/pemahaman saja. Justru kita akan membandingkan seluruh pengertian yang berhubungan dengan obyek masalah. Dari berbagai pengertian itu kita memilih salah satu yang menurut kita benar atau pas dengan kita. Inilah yang disebut dengan membangun kesimpulan. Fungsi kedua ini dibutuhkan untuk kemudian kita mengambil sikap/keputusan/respon atas hal yang kita pikirkan.
Mekanisme Kerja Pikiran
Mekanisme kerja pikiran sebenarnya tidak berbeda dengan perasaan. Perbedaannya hanya terletak pada prinsip kerjanya. Kalau perasaan menggunakan prinsip kerja berdasarkan kesenangan maka pikiran menggunakan prinsip kerja kelogisan/benar-salah. Apa yang dipikirkan itu tidak berhubungan dengan enak-tidak enak, nikmat-tidak nikmat, atau senang-tidak senang, tetapi berbicara tentang benar-salah, baik-buruk. Sehingga secara alamiah, berpikir akan mengarahkan individu untuk melakukan respon berdasar kebenaran. Lantas bagaimana dengan orang yang lebih memilih satu hal yang salah meski ia tahu itu adalah salah. Seperti ketika orang mencuri, melacur, membunuh dan menganiaya, sebenarnya ia tahu bahwa itu adalah perbuatan yang salah tapi mengapa tetap dipilih sebagai respon. Setelah membaca mekanisme kerja perasaan anda pasti bisa menjawab, penyebabnya adalah karena ada interupsi dari perasaan. Orang tersebut tidak memilih kebenaran tapi kesenangan. Dengan melakukan perbuatan yang salah mereka merasakan kesenangan atau kepuasan. Jadi, pikiran dan perasaan dapat saling mengintervensi proses alamiah masing-masing fungsi jiwa tersebut.
Khas Akhlaq Karena Faktor Perasaan dan Pikiran
Dikarenakan perasaan pikiran dapat saling mengiterupsi proses selainnya maka dapat disusun klasifikasi sebagai berikut :
Akhlaq yang didominasi akal cenderung pandai mengkaitkan data-data dalam pemecahan masalah. Tapi akhlaq yang didominasi pikiran biasanya kepekaan sosialnya kurang.
Akhlaq yang didominasi perasaan cenderung mau menang sendiri atau malah teramat mengutamakan kepentingan orang lain tanpa banyak mempertimbangkan hak-hak pribadi. Biasanya juga lemah di proses pemecahan masalah.
Secara alamiah individu pasti mengarahkan akhlaqnya pada keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Ia akan senantiasa mencari kebenaran yang membahagiakan. Maka jika didapatkan orang yang bisa membangun keseimbangan pikiran dan perasaannya ia akan dapat menempatkan secara tepat antara hak-hak dan kewajibannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar